Di tengah perkembangan dunia yang semakin dinamis,
perdagangan bebas merupakan suatu tuntutan bagi suatu negara untuk
mengimplementasikannya. Perdagangan bebas adalah kebijakan di mana pemerintah tidak melakukan
diskriminasi terhadap impor atau ekspor. Namun, sebagian besar pemerintah masih memberlakukan
beberapa kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk mendukung kerja lokal,
seperti penerapan tarif impor atau subsidi untuk ekspor. Pemerintah juga dapat
membatasi perdagangan bebas untuk membatasi ekspor sumber daya alam. Hambatan
lain yang dapat menghambat perdagangan termasuk impor kuota, pajak, dan
hambatan non-tarif, seperti undang-undang peraturan.
Sebuah zona perdagangan bebas atau zona pemrosesan ekspor
adalah satu atau beberapa negara di mana bea dan kuota dihapuskan dan
kebutuhan akan birokrasi direndahkan dalam rangka menarik perusahaan-perusahaan
dengan menambahkan insentif untuk melakukan usaha di sana.
Kebanyakan zona-zona ini berada di dunia ketiga.
Mereka adalah zona istimewa di mana beberapa halangan perdagangan
normal seperti bea ekspor
atau impor
ditiadakan, birokrasi
biasanya direndahkan, dan perusahaan yang didirikan di sana dapat diberikan diskon pajak ("tax
break") sebagai insentif tambahan. Biasanya, zona-zona ini ditetapkan di
bagian yang kurang berkembang di negara tersebut, karena diharpkan zona
tersebut akan menarik para pengusaha dan mengurangi kemiskinan dan pengangguran
dan stimulasi ekonomi di wilayah tersebut. Zona-zona ini seringkali digunakan
oleh perusahaan multinasional untuk mendirikan
pabrik-pabrik untuk memproduksi barang (seperti pakaian atau sepatu).
Dalam era yang semakin berkembang tersebut, maka
setuju atau tidak setuju berbagai negara yang tergabung dalam suatu bentuk kesatuan
baik itu negara-negara ASEAN maupun Uni Eropa juga harus mengikuti aturan
tersebut. Sejalan dengan isu perdagangan bebas, perkembangan terakhir adalah
pelaksanaan perjanjian ACFTA (ASEAN China Free Trade Area).
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Tiongkok (ACFTA),
adalah suatu kawasan
perdagangan
bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Tiongkok. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di
Phnom Penh,
Cambodia,
4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada
tahun 2010 tepatnya 1 Januari 2010. Setelah
pembentukannya ini maka menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam
ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume
perdagangan, setelah Kawasan
Perekonomian Eropa dan NAFTA.
Terhitung sejak 1
Januari 2010, Indonesia mau tidak mau harus membuka pasar dalam negeri secara
bebas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar bebas ini merupakan
wujud konkret implementasi perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota
ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei
Darussalam) dengan China, yang kemudian familiar dengan sebutan ASEAN-CHINA
Free Trade Agreement (ACFTA). Perjanjian ini sebenarnya telah dirumuskan pada
tahun 2002.
Komentar
Posting Komentar